Friday, June 20, 2008

TALAK DALAM HUKUM ISLAM

Pada dasarnya perceraian bukanlah tujuan dari adanya perkawinan dan Allah SWT mengategorikannya sebagai perbuatan halal namun sangat dibenci, maka hendaknya diusahakan untuk tidak menganggap sepele masalah ini.
Dalam istilah agama, talak atau cerai berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan (Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan). Adanya talak (perceraian) dalam Islam hanyalah satu alternatif dalam memecahkan suatu bahaya akibat tetapnya suatu ikatan perkawinan namun tidak didasari norma-norma agama atau tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah, karena itu talak atau perceraian harus didasarkan alasan-alasan yang dibenarkan oleh syari’at.
Didalam Islam, talak ada beberapa macam. Baik ditinjau dari segi bilangan dan kebolehan, maupun ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya.
Pertama ditinjau dari segi bilangan dan kebolehan kembali kepada mantan isteri, talak terbagi dua yaitu talak raj’i dan talak bain (Dedi Junaedi, Bimbingan Perkawinan).
Talak Raj’i adalah talak satu dan dua, dimana mantan suami dimungkinkan kembali kepada mantan isterinya dengan tanpa akad (baru), yaitu manakala mantan isteri itu masih dalam masa iddah dari talak satu atau dua tersebut;
Talak Bain Sugra adalah talak yang tidak memberikan hak rujuk kembali kepada mantan suami terhadap mantan isterinya (baik talak satu maupun dua) lantaran masa iddah telah habis. Dalam kondisi ini, mantan suami masih dibolehkan mengawini mantan isterinya itu dengan akad dan mahar baru.
Talak Bain Qubra adalah talak yang menghilangkan hak suami untuk rujuk dan kawin kembali kepada isterinya meskipun dengan akad dan mahar baru, kecuali apabila mantan isterinya itu pernah menikah dengan laki-laki lain dan setelah lepas darinya yang telah habis masa iddahnya.
Kedua ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya. Dari sisi ini, talak terbagi tiga macam, yaitu:
Talak Suni / Talak Jawaz yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunah yang meliputi dua syarat, ialah :
isteri yang ditalak sudah pernah digauli (disetubuhi);
isteri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yakni ia dalam keadaan suci dari haid dan belum digauli ketika talak dijatuhkan.
Talak Bid’i / Talak haram yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntutan sunah / tidak memenuhi kriteria yang terdapat dalam talak suni. Talak ini diharamkan lantaran merugikan pihak isteri sebab iddahnya lebih lama dari iddah talak suni. Macam talak yang masuk dalam kategori talak ini adalah:
talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat sedang haid dan begitupun ketika nifas (40 hari setelah melahirkan);
talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat ia dalam keadaan suci, tetapi pernah digauli (disetubuhi) dalam rentan waktu suci tersebut.
Talak bukan Suni dan talak bukan Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan terhadap yang salah satu hal berikut:
isteri yang ditalak itu belum pernah digauli (disetubuhi);
isteri yang ditalak itu belum pernah haid / telah lepas dari masa haid (monopouse);
isteri yang ditalak dalam keadaan hamil.
Dengan tulisan di atas kami berharap agar para calon pasangan suami-istri untuk lebih menelaah lebih dalam arti dari perkawinan itu sendiri. Dan untuk para suami-istri, kami harap dapat lebih berfikir lagi dalam memutuskan suatu perceraian apabila terjadi ketidakseimbangan dalam membina rumah tangga. Hal ini dimaksudkan agar tidak terburu-buru dalam memutus ikatan perkawinan. Karena seperti yang telah dipaparkan pada tulisan sebelumnya bahwa perkawinan itu merupakan suatu ikatan yang sakral, sehingga kita harus menghormati arti dari perkawinan itu sendiri. Dalam suatu perkawinan harus memiliki unsur kasih sayang dan saling jujur serta saling mempercayai satu sama lain. Karena apabila di dalam rumah tangga hal-hal tersebut tidak ada, maka perkawinan dapat berakhir dengan perceraian.
Saras_Ipak_Siwi

No comments: